Siaran Pers Kuliah Umum
Posted by EduwaUNJ on 21.12
Eksistensi Guru dalam Mengokohkan Peran Pendidik Bangsa
Oleh: Silvia Fajriani (Plt Kepala Departemen Pendidikan & Penelitian BEM UNJ)
Pada hari Rabu, 7 September 2016 bertempat di Gedung Sertifikasi Guru lantai 8 pukul 10.00 – 12.00 WIB, Departemen Pendidikan dan Penelitian BEM UNJ 2016 bersama Education Watch mengadakan Kuliah Umum dengan tema Eksistensi Guru dalam Mengokohkan Peran Pendidik Bangsa yang menghadirkan Pak Tarma S.Pd., M.Pd. sebagai narasumber.
Acara ini dihadiri oleh 77 orang peserta dari berbagai fakultas di Universitas Negeri Jakarta. MC dan Moderator Kuliah Umum kali ini adalah Putro Ari Wibowo (FT’13) dan Mardian Chandra (FMIPA’14).
Narasumber mengawali materi dengan menceritakan kejadian yang dialami Jepang ketika tragedi Hiroshima dan Nagasaki pada tahun 1945. Pada saat seperti itu, langkah pertama yang dilakukan oleh pemerintah Jepang adalah mengitung guru yang tersisa dan kemudian mencari sumber buku dari berbagai negara untuk diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang. Bahkan, dalam keadaan luluh lantak pun Jepang memberikan dana pendidikan 50% lebih untuk pendidikan. Bagaimana dengan Indonesia? Saat ini Indonesia memberikan dana pendidikan hanya 20%, bahkan dana ini tidak dialokasikan untuk pendidikan di luar Kementrian Pendidikan dan Budaya seperti IPDN di bawah naungan Kementrian Dalam Negeri.
Pada materi inti narasumber memaparkan beberapa tantangan bangsa Indonesia, yang pertama yaitu Bonus Demografi. Bonus Demografi adalah kondisi dimana penduduk produktif jauh lebih banyak daripada penduduk non produktif. Harusnya dalam kondisi seperti ini Indonesia mempunyai pendapatan perkapita yang melimpah. Keuntungan bonus demografi adalah pertumbuhan ekonomi yang luar biasa. Namun bencananya adalah apabila masyarakat tidak dipersiapkan sebaik-baiknya.
Bagaimana guru menyiapkan SDM untuk menggunakan momentum Bonus Demografi? Jawabannya adalah Belajar dari China dan Korea Selatan yang berhasil memanfaatkan Bonus Demografi, contohnya di Korea selatan jumlah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) jauh lebih banyak dari Sekolah Menengah Atas (SMA) untuk mempersiapkan masyarakat sebaik-baiknya dalam memanfaatkan Bonus Demografi sedangkan di Indonesia malah sebaliknya.
Tantangan Bangsa Indonesia yang kedua yaitu Pasar Bebas. Apa peran guru dalam menyiapakan peserta didik untuk menghadapi MEA? Semua kurikulum sudah merujuk pada Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) namun yang kita hadapi adalah pasar bebas ASEAN bukan Nasional harusnya disesuaikan dengan standar ASEAN juga.
Tantangan yang ketiga yaitu struktur tenaga kerja. Lebih dari 50 % lulusan SD menjadi pengangguran. Sedangkan lulusan sarjana sebanyak 10% menjadi pengangguran. Skill apa yang dibutuhkan dunia? Ternyata yang paling dibutuhkan adalah kerjasama dalam tim dan memecahkan masalah yang paling dibutuhkan di dunia kerja dan itu tidak dipelajari dalam mata pelajaran sekolah dan kuliah. Jadi permasalahan bagi tenaga kerja bangsa Indonesia adalah _Soft Skill_.
Tantangan yang keempat adalah globalisasi. Menurut narasumber globalisasi merupakan pisau bermata dua. Ia bisa sangat membantu kita dalam segala hal namun bisa merusak kita.
Selanjutnya narasumber memaparkan tentang kondisi guru saat ini yaitu mengenai kualifikasi akademik, banyak guru yang belum sarjana dan tidak mememenuhi standar kompetisi guru. Pada tahun 2012 diadakan Uji Kompetensi guru secara tertulis hasilnya nilai rata-rata sebesar 47,25 dari rentang nilai 0-100. Pada tahun 2015 diadakan Uji Kompetisi Guru (UKG) dan lagi-lagi hasilnya sangat minim yaitu rata-rata yang diperoleh sebesar 45,2 dari nilai minimum kelulusan sebesar 55.
Apa yang membuat kualifikasi guru seperti ini? Siapa yang menghasilkan guru? Jawabannya adalah Lembaga Perguruan Tinggi Keguruan (LPTK) dan salah satunya UNJ. Sedangkan untuk kondisi siswa saat ini masih lemahnya kualitas pendidikan dan mutu pendidikan. Sistem pendidikan guru seharusnya mengikuti kuliah S-1 Kependidikan ataupun S-1 non kependidikan, setelah lulus calon guru haru mengikuti Pendidkan Profesi Guru (PPG) dan baru bisa dikatakan sebagai guru professional. Seperti hal nya dokter, calon dokter harus menempuh kuliah S-1 kedokteran dan kemudian mengambil pendidikan dokter ahli barulah ia disebut sebagai dokter.
Terakhir, narasumber memberikan statementnya, _"Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan sasaran belajar dan proses pembelajaran"._
Categories: reportase
