Pendidikan Aktif Yang MengIndonesiakan
Posted by EduwaUNJ on 21.31
Arah Aktif
Judul : Arah Aktif
Cetakan : I sebelum kemerdekaan
II Oktober 1953
III Desember 2010
Penggubah : Moh. Sjafei
Editor Budaya : DU Faizah
Tebal : 146 halaman
oleh: Kurnia Ismi T*
oleh: Kurnia Ismi T*
Sebelum
Indonesia merdeka, buku ini telah diterbitkan. Dapatkah kita terka seseorang
yang seperti apakah yang sudah tergugah hatinya untuk membenahi bangsa lewat pendidikan
kala itu selain Ki Hajar Dewantara. Beliau adalah Mohammad Sjafei.
Seseorang
yang rela berkeliling hingga pelosok Indonesia demi melatih guru – guru Sekolah
Rakyat dengan mengendarai kereta api dan kapal api di zaman Indonesia masih di
jajah Belanda. Kala itu, guru dari berbagai penjuru Indonesia akhirnya datang
untuk dilatih selama tiga bulan di I.N.S. Kayutanam, sekolah seluas 18 hektar
di Sumatera Barat.
Dimulai
dari keresahan beliau akan pendidikan di sekolah – sekolah yang menurutnya
sangat mematikan kreativitas murid – murid. Beliau mulai mencari model seperti
apa yang kira – kira pas untuk Negeri Pertiwi dengan segala perangkat yang ada
saat itu, baik dari segi politik,, ekonomi, sosial, dan budaya. Ditemukanlah
satu formula andal yang ia pegang sebagai prinsip landasan pendidikan di
sekolah I.N.S. Kayutanam: Arah Aktif.
Kita
seringkali salah mengartikan definisi aktif itu sendiri. Seseorang yang selalu
bergerak, senantiasa mengerjakan sesuatu, namun karena atas perintah dan arahan
dari orang lain, tidaklah dapat disebut aktif. Seseorang yang dalam diamnya,
otak dan pikirannya senantiasa berpikir untuk memecahkan masalah atau menyusun
konsep, walau fisiknya lebih sering diam, barulah dapat dikatakan aktif.
Keaktifan
dapat dibagi menjadi tiga tahap; aktif menerima, aktif mengulang, dan aktif
mencipta. Sejak 1926, sudah dideteksi apa yang dihasilkan dari ruang – ruang
kelas kita: aktif mengulang. Alat evaluasi yang akhir – akhir ini heboh
diperbincangkan adalah Ujian Nasional. Seth Godin mengatakan bahwa
“jika kita
dapat menemukan jawaban dalam 3 detik dari internet, keterampilan menghafal
fakta selama 12 jam (untuk kemudian melupakannya), tidak saja disebut tidak
berguna, itu gila!”
Terbukti
apa yang akan dihasilkan dari kegiatan belajar yang hanya menitikberatkan pada
penghapalan jawaban demi memecahkan soal – soal belaka: kesia – siaan. Maka,
sampai detik ini (87 tahun sejak I.N.S. Kayutanam berdiri) pendidikan kita
masih terbelenggu pada tahap aktif mendengar dan aktif mengulang.
Moh. Sjafei
sudah menyadari adanya kecerdasan beragam (multiple inteligence) pada tiap
individu seorang anak. Maka, dengan berlandaskan pada apa yang dianugerahkan Allah
swt pada manusia yaitu kedua tangan dan otak untuk berpikir, jangan sekali –
sekali memisahkan kegiatan tangan dengan kegiatan pencarian pengetahuan serta
pemahaman ilmu. Tangan adalah anggota tubuh yang sangat penting. Moh. Sjafei
menekankan betapa pentingnya pelajaran pekerjaan tangan untuk murid – murid
usia Sekolah Rakyat (Sekolah Dasar sekarang) demi bekal watak dan karakter yang
kuat.
Di
Indonesia, pekerjaan tangan diartikan sebagai proses dimana siswa akan membuat
berbagai macam kerajinan tangan yang nantinya akan berdaya jual yang layak.
Kesenian dalam hal ini ditempatkan sebagai kesenian yang materialistis.
Sebenarnya, bila kita berpikir mampu lebih jauh lagi, pekerjaaan tangan sungguh
bukan seperti apa yang ditafsirkan diatas. Pelajaran pekerjaan tangan dilakukan
oleh siswa agar siswa berubah posisi menjadi subjek, bukan lagi objek seperti
kegiatan pembelajaran yang biasa.
Pelajaran
pekerjaan tangan yang berupa kerajinan tangan akan menjadi alat sederhana yang
luar biasa canggih untuk membentuk karakter dan mengolah emosi siswa. Siswa
pada tingkat sekolah dasar berada pada masa yang sangat aktif. Keaktifan mereka
sungguh sangat disayangkan jika porsinya hanya digunakan untuk mendengar
presentasi guru saja.
Masyarakat
Indonesia saat ini lebih sering ditemukan tipe orang yang pasif, kurang percaya
diri, dan tidak selesai atau tuntas dalam mengerjakan sesuatu. Lewat pekerjaan
tangan sedari dini, kebiasaan – kebiasaan buruk seperti tersebut dapat dihindari.
Contohnya
adalah dalam kegiatan berkebun. Sebelum memulai kegiatan, sangat perlu untuk
mempersiapkan alat – alat untuk berkebun. Setelah lengkap, perlu diteliti
apakah ada alat yang rusak atau masih kurang tajam. Baru kemudian kegiatan
dapat dimulai. Setelah melakukan kegiatan berkebun, siswa harus mengingat
kembali dmana saja meletakkan alat – alat pada tempatnya. Juga harus
dibersihkan dahulu pertama – tama sebelum meletakkan kembali semua alat – alat
pada tempatnya. Jika kebiasaan berkegiatan aktif dan teratur seperti diatas,
dipastikan jiwa yang akan terbentuk nantinya adalah jiwa yang teratur, rapih
dan mampu memperhitungkana apa saja yang dibutuhkan nantinya. Membentuk visi
misi serta karakter yang kuat.
Keaktifan
siswa juga sangat disarankan prakteknya saat membantu lingkungan sekitar tempat
tinggal siswa. Indonesia yang dikenal sebagai negeri agraris, maka, membantu
kegiatan persawahan dapat menjadi solusi untuk menyalurkan energy aktif dan
membentuk energy kejiwaan yang positif pada siswa – siswa. Moh. Sjafei
menekankan bahwa hilangnya fungsi sekolah adalah ketika sekolah tidak lagi
berpihak dan bermanfaat untuk masyarakatnya sendiri.
Banyak
sekali contoh praktek pekerjaan tangan yang dapat dijalankan oleh pendidik dari
buku ini. Moh. Sjafei sangat mempersiapkannya baik bagi pendidik sekolah yang
sangat terbatas fasilitasnya (sekolah pelosok) sampai sekolah yang memang sudah
baik fasilitasnya.
"..
kepemilikan pendidikan harus dikembalikan kepada masyarakat..
Sekarang,
setelah anak itu lewat SD, SLTP dan SLTA, keindonesiaannya tidak menjadi tebal
karena sekolah tidak dibekali sebagai basis meng-'Indonesia'-kan anak
bangsa,"
–prof Winarno S-
*Mahasiswi Sastra Inggris 2010 Universitas Negeri Jakarta
*Mahasiswi Sastra Inggris 2010 Universitas Negeri Jakarta
