Konsep Sekolah Impian TER 2013

Posted by EduwaUNJ on 12.48
oleh : Fitri Lestari*

A. Fungsi Sekolah

Sebelum berbicara mengenai konsep sekolah kita harus pahami terlebih dahulu apa fungsi sekolah yang sebenarnya. Sekolah merupakan salah satu sarana yang menunjang dalam sebuah proses pendidikan. Menurut ki Hajar Dewantara pendidikan yang humanis menekankan kepada pentingnya eksistensi manusia dalam arti membantu manusia lebih manusiawi, lebih berbudaya sebagai manusia yang utuh berkembang. Secara garis besar sekolah sangat berperan penting dalam menjadikan manusia menjadi pribadi yang berkembang, tidak hanya menekankan kepada intelektualitas tetapi juga berorientasi kepada bagaimana menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Sehingga, sekolah diharapkan dapat melahirkan individu-individu yang intelektual dan bermoral.

Namun, melihat kondisi pendidikan di Indonesia saat ini bisa dikatakkan cukup memprihatinkan. Mengapa? Karena sekolah tidak berfungsi sesuai dengan fungsi yang sebenarnya. Sekolah tidak lagi dijadikan sebagai sarana pendidikan, dimana yang ditekankan hanya berupa intelektualitas saja. Jika terus seperti itu maka individu yang dihasilkan dari sekolah hanya berupa individu yang cerdas tanpa memperlihatkan moral yang baik. Sangat diharapkan bahwa sekolah itu mampu menghasilkan individu yang seutuhnya.

Manusia memiliki daya jiwa yaitu cipta, karsa dan karya (menurut ki Hajar Dewantara). Ketiga aspek tersebut harus berjalan dengan seimbang. Ketika ketiganya dapat diaplikasikan dengan baik maka akan menjadikan individu sebagai manusia yang seutuhnya. Pengembangan manusia yang hanya ditekankan kepada daya cipta jiwa saja akan berdampak pada kecerdasan yang tidak diimbangi dengan moral. Hal tersebut dikhawatirkan dapat menyimpang dari tujuan pendidikan yang seharusnya. Kita tahu bahwa manusia yang cerdas dan bermoral sangat memberikan pengaruh besar dalam kesejahteraan dan kemajuan bangsa ini. Oleh karena itu peran sekolah sangat dibutuhkan.

Sekolah yang berhasil adalah sekolah yang mampu menjalankan fungsinya dengan baik. Tidak hanya sekolah tetapi semua komponen yang ada di sekolah harus menjalankan fungsinya dengan baik. Guru juga memiliki peran besar dalam menciptakan individu seutuhnya oleh karena itu guru juga harus dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Fungsi guru di sekolah adalah sebagai fasilitator pembelajaran bukan pusat pembelajaran tetapi yang menjadi pusat pembelajaran adalah siswa.

B. Masalah-masalah di sekolah

Pengaruh globalisasi memberikan pengaruh yang cukup besar pada kondisi pendidikan di Indonesia terutama sekolah. Adanya teknologi yang cukup canggih menyebabkan sebagian masyarakat menjadi malas karena sudah terlena dengan keberadaan alat-alat teknologi yang sangat membantu mereka dalam beraktivitas. Sebagian sekolah juga memiliki ketergantungan kepada teknologi sehingga terkadang melupakan hakikat belajar yang sesungguhnya dan juga melupakan aspek-aspek kehidupan yang lain. Hakikat belajar yang baik adalah ketika siswa mampu menumbuhkembangkan dirinya menjadi manusia seutuhnya, saat siswa sudah memilki ketergantungan kepada kemajuan teknologi maka dikhawatirkan dapat menghambat perkembangan di aspek kehidupan yang lain.

Fakta yang bisa kita temukan saat ini adalah budaya mencontek yang sudah terjangkit di berbagai sekolah. Jika sekolah berfungsi salah satunya sebagai sarana untuk mencerdaskan siswa namun yang terjadi saat ini justru timbulnya budaya mencontek yang sudah menjamur. Bukankah itu menandakan bahwa sekolah gagal dalam mendidik siswanya? Lalu apa yang mengakibatkan siswa mencontek? Mungkin salah satu alasannya yaitu agar mendapatkan nilai yang bagus jika seperti itu berarti tujuan dari proses belajar hanya berorientasi pada nilai. Sanagtlah sayang ketika pendidikan yang berjalan selama 9 tahun hanya berujung pada sebuah nilai yang menyatakan siswa lulus atau tidak.

Disamping itu dapat kita temukan faktor-faktor lain yang menyebabkan mutu sekolah di Indonesia berkurang diantaranya adalah pembelajaran hanya terpaku pada buku paket ,kurangnya sarana belajar, aturan yang mengikat, persepsi untuk meningkatkan mutu sekolah, dan ketidakberdayaan seorang guru.

C. Konsep Sekolah

Terdapat empat faktor yang harus diperhatikan pada suatu sekolah yaitu pendidik, hakikat belajar, bahan ajar, sarana dan prasarana pembelajaran dan sistem yang mengatur. Dari ke lima faktor tersebut dapat dijadikan sebagai refleksi bagi sekolah agar menjadi sekolah yang baik dan berkualitas. Berkualitas tidak hanya dalam bidang intelektual saja tetapi diarahkan untuk berkualitas secara keseluruhan baik kognitif, afektif dan psikomotorik. Ketiga aspek tersebut merupakan acuan yang digunakan dalam pelaksanaan proses pendidikan dan aspek-aspek tersebut harus berjalan dengan seimbang agar berbuah hasil yang diinginkan. Sekolah dikatakan berhasil apabila pencapaian tujuan pendidikan terpenuhi.

1. Hakikat Belajar

Dalam sebuah kegiatan pendidikan yang berlangsung di sekolah hal paling penting dan utama adalah kegiatan belajar, karena sukses atau tidaknya suatu tujuan pendidikan adalah tergantung kepada bagaimana proses belajar yang dialami siswa sebagai peserta didik. Jika proses belajar belajar baik maka tujuan pendidikan akan sukses demikian pun sebaliknya. Dapat dikatakan bahwa sekolah yang berkualitas adalah ketika sekolah tersebut mampu menanamkan hakikat belajar sesungguhnya kepada siswa.

Belajar adalah sebuah proses usaha atau interaksi yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh sesuatu yang baru dan perubahan keseluruhan tingkah laku dari pengalaman itu sendiri. Orientasi dari belajar adalah sebuah proses bukanlah hasil meskipun nantinya akan tertuju kepada suatu hasil belajar. Jika kita hanya melihat hasil akhir saja maka kita tidak akan mengetahui apakah kegiatan belajar yang dilakukan berhasil atau tidak.

Kegiatan belajar tidak hanya terpaku kepada suasana di dalam kelas tetapi dapat juga ditemukan dari sebuah pengalaman. Pengalaman dapat ditemukan di sekitar lingkungan kita. Dari sebuah pengalaman siswa mampu menemukan hal-hal baru yang dapat membantu untuk mengembangkan dirinya. Dalam hal ini, kegiatan belajar tidak dibatasi oleh kondisi di kelas tetapi diarahkan agar siswa dapat bereksplorasi dari sebuah pengalaman pembelajaran yang didapat.



“Hakikat hidup adalah belajar. Hakikat belajar adalah proses transformasi diri menuju peningkatan kapasitas intelektual, keluruhan moral, kedalaman spiritual, kecerdasan sosial, keberkahan profesional, dan perubahan sosial menuju umat terbaik (khairu ummah)”.



Perlu dipahami proses belajar tidak berjalan secara instan semuanya butuh tahapan sehingga memerlukan waktu yang tidak singkat karena pada dasarnya belajar itu long live education. Hakikat belajar yang sesungguhnya adalah mengarahkan peserta didik agar menemukan sendiri pengetahuannya dan mampu mengembangkannya.


2. Pendidik (Guru)

Dari sebuah proses pembelajaran di sekolah guru memberikan peranan yang cukup penting bagi siswa karena hal pertama yang akan dilihat siswa adalah guru. Yang diutamakan sebagai pendidik pertama-tama adalah fungsinya sebagai model atau figure keteladanan, baru kemudian sebagai fasilitator atau pengajar. Guru teladan tidak ada hubungannya dengan sosok guru yang senantiasa menjaga wibawa, menjaga image dengan selalu menampilkan dirinya perfect dan penuh aturan sehingga kaku di hadapan peserta didiknya. Teladan disini dapat dilihat dari karakter yang ada pada diri seorang pendidik.

Agar keteladanan guru berimplikasi kepada sikap dan perilaku peserta didiknya di masa yang akan datang maka seorang guru haruslah professional dalam hal pengajaran dan hubungan sosial. Bukan professional ‘to have’ tetapi ‘to be’ yaitu bukan dilihat dari apa yang dimilki tetapi bersumber pada penguasaan diri, pengabdian dan kehormatan dirinya. Sehingga dalam prosesnya ‘mengajar’ akan menjadi cara hidup seorang guru untuk mencapai kemanfaatan sebanyak-banyaknya melalui pengabdiannya. Pengabdian seorang guru tidak hanya mengajar untuk mencerdaskan peserta didiknya tetapi mampu menjadikan peserta didiknya sebagai manusia seutuhnya yang bertanggungjawab dan berkepribadian (berakhlak baik).

Selain menjadi teladan dan fasilitator seorang guru juga harus mampu menjadi motivator. Motivator disini berarti seorang yang mampu mensinergiskan antara mengajar dan mendidik. Terdapat dua hal yang berbeda antara mengajar dan mendidik, mengajar berorientasi pada pencerdasan semata sedangkan mendidik berorientasi pada bagaimana menumbuhkan pemahaman peserta didik. Keduanya seharusnya tidak berjalan dengan sendiri tetapi perlu berjalan berdampingan.

Sebelum seorang pendidik terjun kedalam dunia sekolah sebaiknya diberikan pembekalan terlebih dahulu dimana dengan adanya sebuah pembekalan pendidik bisa lebih matang. Calon-calon pendidik juga harus memilki modal pengalaman-pengalaman yang dapat dijadikan bahan pengajaran di sekolah.



3. Bahan Ajar

Seorang guru dalam menjalankan proses pembelajaran membutuhkan bahan ajar yang menjadi dasar untuk pembelajaran. Bahan ajar tidak hanya berasal dari buku-buku teks yang disediakan di sekolah tetapi bisa berbagai macam sumber buku atau dari internet. Sebagian guru ada yang menekankan siswanya untuk memilki sendiri buku paket atau LKS, hal tersebut memaksa siswa untuk membeli buku yang disarankan. Padahal, mungkin ada sebagian siswa yang tidak mampu untuk membeli buku.

Menjadikan buku teks sebagian acuan bahan ajar itu tidak cukup karena terkesan ruang lingkup belajar terbatasi dengan materi yang ada pada buku teks saja. Guru yang kreatif tidak menjadikan buku sebagai pusat informasi materi saja tetapi guru memberikan kesempatan bagi siswa untuk memaparkan pemahaman yang dimilkinya jadi proses pembelajaran tidak membatasi siswa dalam mengembangkan pengetahuannya. Bisa juga bahan ajar berasal dari sebuah pengalaman berharga.

Bahan ajar merupakan bekal yang diberikan kepada siswa untuk mencerdaskan dan menjadikan siswa menjadi individu yang lebih baik. Jadi dapat dikatakkan seharusnya pendidikan karakter juga menjadi bahan ajar yang utama yang harus ditanamkan pada siswa sebagai peseta didik. Pendidikan karakter meliputi pendidikan budi pekerti yaitu melibatkan aspek pengetahuan(kognitif),perasaan dan tindakan. Menurut Thomas Lickona tanpa ketika aspek ini, maka pendidikan karakter tidak akan berjalan efektif. Seorang anak akan menjadi cerdas emosinya jika pendidikan karakter diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan. Salah satu bekal penting dalm mempersiapkan anak pada masa yang akan datang adalah kecerdasan emosi karena dengan kecerdasan emosi anak mampu menghadapi segala tantangan termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis.



4. Sarana dan prasarana pembelajaran

Sarana dan prasarana menjadi faktor pendukung dalam proses pendidikan. Sekolah yang baik adalah sekolah yang menyediakan keperluan yang menunjang proses belajar. Sarana yang mendukung proses belajar yang sebaiknya ada di sekolah adalah laboratorium, perpustakaan, dan ruang diskusi. Dalam pelaksanaan suatu pembelajaran guru tidak hanya memberikan pembahasan berupa teori saja tetapi butuh sebuah aplikasi langsung oleh karena itu keberadaan fasilitas yang ada di sekolah juga dapat membantu siswa untuk terjun praktek langsung.

Salah satu sarana yang harus menjadi pusat perhatian adalah perpustakaan. Mengapa? Karena perpustakaan merupakan gudang ilmu banyak hal bisa kita dapatkan di perpustakaan. Seharusnya dengan adanya perpustakaan siswa diharapkan dapat membudayakan membaca. Dengan membaca siswa mampu menumbuhkembangkan pengetahuan-pengetahuan yang belum mereka ketahui sebelumnya. Membaca juga dapat menambah wawasan siswa karena buku adalah sumber ilmu.

Namun, sangat disayangkan saat ini kita melihat bahwa perpustakaan mulai terkikis keberadaannya. Mungkin salah satu faktornya adalah kemajuan teknologi dimana siswa bisa lebih cepat dalam mendapatkan informasi. Adanya teknologi ini memang baik tapi jangan sampai disalahgunakan dan akhirnya menjadikan siswa cenderung ingin mendapatkan sesuatu dengan cepat.

Salah satu tujuan pendidikan adalah manjadikan manusia lebih berbudaya baik. Sebaiknya sekolah memilki komitmen untuk membudayakan membaca bagi para siswa.


5. Sistem yang mengatur

Setiap sekolah pasti memilki landasan yang digunakan untuk konsep sekolah. Sebaiknya sistem yang ada tidak mempersulit peserta didik dalam mendapatkan suatu pendidikan. Sesuai dengan pemikiran yang disampaikan ki Hajar Dewantara terdapat asas-asas yang melandasi lembaga pengajaran taman siswa. Adapun asas-asas Taman Siswa yang diberikan oleh Ki Hajar Dewantara dapat dijadikan sebagai acuan konsep sekolah saat ini diantaranya adalah:

a. Mengatur diri sendiri

Dimana setiap siswa memilki hak untuk mengatur dirinya sendiri tanpa ada paksaan dari orang lain.

b. Kemerdekaan batin,pikiran dan tenaga

Pengajaran diarahkan mendidik siswa untuk mencari pengetahuannya sendiri yang menjadi pusat pembelajaran adalah siswa bukan guru. Tidak dibenarkan jika siswa hanya duduk diam menerima penjelasan dari guru tetapi guru mendidik agar siswa merdeka dalam menjalani proses pengajaran.

c. Kebudayaan sendiri

Arahan yang digunakan untuk mencari penghidupan yang seimbang dengan kodrat dan kesejahteraan bangsa

d. Pendidikan yang merakyat

Pendidikan dan pengajaran harus mengena rakyat secara luas. Sebab, hanya dengan cara itu ketertinggalan masyarakat pribumi dapat dihilangkan.

e. Percaya pada kekuatan sendiri

Pencapaian kemerdekaan hidup dan mengejar ketertinggalan dapat terwujud dengan kekuatan yang ada dalam diri.

f. Membelanjai diri sendiri

Segala usaha yang dilakukan untuk perubahan harus menggunakan biaya sendiri

g. Keikhlasan dari para pendidik dalam mendidik siswa

Dengan adanya keikhlasan dari pendidik maka usaha pendidikan dapat berhasil.

Berdasarkan asas tersebut dapat disimpulkan bahwa sistem dan cara pendidikan yang digunakan tidak memaksa dan mengatur semuanya didasarkan pada kodrat manusia yaitu merdeka. Kita dapatkan sesuatu yang memaksa dan terlalu mengatur siswa akan terkesan mengekang siswa sehingga siswa tidak bebas dalam menjalankan proses pendidikan dan pembelajaran.

Konsep sekolah akan baik jika komponen yang mendukung menjalankan fungsinya dengan baik. Dari lima faktor yang dipaparkan di atas semuanya memilki hubungan kesinambungan. Sekolah akan berfungsi dengan baik ketika pendidik sebagai fasilitator proses pembelajaran memilki pemahaman mengenai hakikat belajar dan juga harus memilki bahan ajar yang tepat sehingga mampu mendidik siswa dengan baik namun perlu sarana dan prasarana yang mendukung dalam proses pembelajaran. Semua itu tidak dapat berjalan jika tidak ada landasan atau sistem yang diguanakan untuk menggerakkannya oleh karena itu dibutuhkan sistem yang mengatur segala sesuatunya.

*Mahasiswi Pendidikan Matematika 2012 Universitas Negeri Jakarta