Stadium General Harmoni Cinta Guru “Inspirasi Pendidikan Indonesia”
Posted by EduwaUNJ on 22.33
Notulensi
Stadium General
Harmoni
Cinta Guru
“Inspirasi
Pendidikan Indonesia”
BEM
& Departemen Pendidikan Universitas Negeri Jakarta
Sabtu,
9 November 2013
Lt.8
Gd.Sertifikasi Guru UNJ
Notulen: Awalien Dhea Syafitrie*
Isi:
1.
Alwi
Alatas
“Memahami
dan Mendidik Remaja dengan Cinta”
Permasalahan remaja
Indonesia semakin kompleks, antara lain disebabkan dengan adanya remaja pacaran
dan masalah pornografi, ini dibuktikan pada tahun 2009 Indonesia menduduki
urutan ke-3 dunia kasus pornografi. Kekerasan yang terjadi di antara pelajar dan
obat terlarang yang “bebas” masuk dalam dunia remaja ini pun turut mendukung
munculnya permasalahan remaja Indonesia. Dalam penyampaian materinya, pak Alwi
alatas menyajikan satu statement dari seorang Psikolog, “Cara terbaik untuk
menangani remaja adalah mengunci mereka pada usia 8 tahun dan mengeluarkan
mereka pada usia 20 tahun.” Hal ini disebabkan masalah remaja rasanya sudah
tidak terbendung lagi.
Apa itu remaja?
Remaja adalah masa peralihan
antara anak-anak dan dewasa, masa penuh gejolak, dan pada masa ini remaja
cenderung labil. Pada masa anak-anak kata labil ini tidak muncul karena memang
asalnya tidak ada, sebab utamanya sifat labil pada remaja adalah kita,
masyarakat modern yang telah menunda kedewasaan remaja.
Remaja Primitif VS Remaja
Modern
ð Ada
mekanisme peresmian anak-anak menjadi dewasa, tak lama setelah mereka baligh
pada Remaja primitive. Namun tidak dengan remaja modern yang cenderung dewasa
sebelum waktunya.
ð Remaja
primitive tidak mengalami gejolak seperti remaja modern.
Akar
permasalahan remaja salah satunya adalah adanya kesenjangan antara masa pubertas (umur 12-13 tahun) dan masa
dewasa awal (20 tahun). Pada masa pubertas, remaja hanya mengalami kedewasaan
biologis, dimana keadaan biologis mereka sudah bisa diasumsikan sama seperti
masa dewasa awal, namun tidak dengan kedewasaan psikologis mereka. Ini lah yang
menyebabkan kesenjangan kemandirian anak-anak remaja dewasa yang belum siap
akan tugas perkembangan selanjutnya dan akhirnya munculah fenomena remaja penuh
gejolak. Sehingga remaja Indonesia saat ini banyak yang merasa sudah dewasa
secara biologis namun tidak dengan keadaan psikologisnya.
Permasalahan
yang terjadi pada remaja tersebut bukanlah kesalahan mereka, namun kesalahan
ini ada pada ‘kemajuan’ yang telah mengacaukan. Seperti teknologi, tuntutan
social, dsb. Sebagai contoh: sekarang sosok keluarga seolah di gantikan dengan
media elektronik, teman, bahkan pembantu karena orang tua merasa anaknya sudah
dewasa dan dapat mengembangkan dirinya sendiri. Padahal pada masa remaja
terdapat masa pubertas yang diartikan sebagai proses kelahiran kedua, dimana
terdapat proses yang baru dan masa menuju kedewasaan. Pada masa ini lah perlu
pemeliharaan dan perhatian yang cukup dari keluarga agar kemajuan kedewasaannya
dapat terus diawasi sehingga dapat tercapai sesuai tugas perkembangan anak.
Dalam
menghadapi permasalahan yang sudah dipaparkan diatas, pak Alwi menyajikan
alternative pemecahannya, antara lain kita sebagai calon orang tua dan calon
pendidik diupayakan untuk mempelajari cara membentuk karakter pada anak
sehingga kita dapat mengetahui apa yang benar-benar anak kita butuhkan dan
mengetahui apa yang harus mereka lakukan. Yang selanjutnya beliau juga
mengharapkan kita jangan menunggu sampai anak terlanjur menjadi remaja
bermasalah, lebih baik mencegah daripada menangani.
Dan
yang terakhir adalah penjelasan tentang empat elemen kedewasaan. Disini
dijelaskan ciri anak yang sudah mulai dewasa, antara lain sudah mempunyai visi
yang jelas, tidak berubah-ubah lagi seperti saat masih anak-anak. Sudah mengenal
identitas diri, sudah memiliki kemampuan memilih yang benar dan
tepat serta sudah merasa memiliki tanggungjawab terhadap dirinya sendiri
baik di keluarga, lingkungan serta masyarakat. Dari keempat elemen kedewasaan
di atas sama-sama penting karena saling bergantung satu sama lain.
2.
Dedi
Dwitagama
“Guru
Mendidik dengan Cinta”
Di Indonesia banyak
sekali permasalahan pendidikan yang terkuak, antara lain pemerataan yang belum
tercapai, kualitas guru, kurikulum yang berubah hingga 11 kali hingga sekarang
kurikulum 2013. Dengan perubahan kurikulum yang terus menerus tersebut
menjadikan pendidikan Indonesia semakin hancur. Pun sama dengan yang lain,
kualitas guru yang mulai menurun juga turut menyumbang permasalahan pendidikan
Indonesia, serampangan, seadaya dan seenaknya mendidik siswa. Sehingga sampai
saat ini Indonesia seolah kehilangan sosok Guru Teladan, ini dibuktikan saat
pak Dedi bertanya, “Siapa guru terbaik kalian?” hanya sedikit yang dapat
menjawab dan masih ada yang menyebut sosok Ki Hajar Dewantara. Kemana guru
Indonesia saat ini?
Ada beberapa alasan yang membuat guru Indonesia kurang
dikenal dan ‘dianggap’. Antara lain, guru di zaman sekarang cenderung
minimalis. Yaitu seadanya saja, hanya mengajar siswa agar lulus UN, tidak
membuat RPP/Silabus namun mereka Copy
Paste, dan terkadang hanya ngerumpi di ruang guru. Berikutnya adalah, guru
sekarang banyak yang tidak menikmati profesinya saat ini, tidak dengan
keikhlasan dan cinta, namun dengan embel-embel
gaji dan sertifikasi. Dan yang terakhir guru sekarang sudah tidak terbiasa
untuk produktif. Yang seharusnya kita sebagai guru harus belajar tentang live together, karna pendidikan adalah
menciptakan atmosfer yang diinginkan dan sebagai guru seharusnya kita enjoy dengan anak didik kita, bukan
terkesan memakasa.
Yang bisa dilakukan sekarang adalah kita harus
mengoptimalisasi penggunaan teknologi informasi dalam pembelajaran, kabarkan
kegiatan kita sehingga anak didik tahu dan dapat terinspirasi, bergaul dengan
mereka dan buat komunikasi antar siswa-guru seinteraktif mungkin, kuasai public speaking, tumbuhkan semangat
mendidik, berani berkompetisi, dan mengasah kemampuan jurnalistik.
Karena semua yang
berlandaskan dengan cinta è
everything will be Enjoy
Menjadi Guru Indonesia
“Happy Live Together & Be Produktive”
3.
Itje
Chadijah
“Teach,
Learn, Inspire”
Guru yang terbaik adalah mendidik dari hati, bukan
dari buku atau media elektronik lainnya. Karena profesi guru adalah profesi
yang luar biasa, yang menyentuh langsung kehidupan manusia secara langsung dan
luas. Dan dari hati pula lah guru dapat menanamkan ilmu dengan mencintai
dirinya sendiri terlebih dahulu
Sebagai guru, kita harus bisa menyiapkan ketrampilan kita
membuat bahan ajar dan berfikir untuk perubahan. Mempunyai pengetahuan (knowledge), keterampilan (Skills), dan Sikap (Attitude) yang diperlukan untuk menginspirasi anak didik. Kapan
kita harus siap??? 24/7. Ya, 24 jam dalam Seminggu, artinya kita harus siap
kapanpun untuk ready to teach, learn, and
inspire. 24 jam dalam Seminggu, kita harus siap memperbaiki diri kita dan
memperbaiki orang lain.
Untuk menjadi guru yang baik, kita hanya cukup
menjelasan. Untuk menjadi guru yang terbaik, kita hanya cukup mempraktikkannya.
Namun untuk menjadi guru yang hebat, kita harus menginspirasi mereka. Guru yang
menginspirasi saat ini sangat dibutuhkan untuk menyiapkan siswa untuk mampu
menyelesaikan persoalan yang bahkan belum kita tahu, dan dari sinilah saatnya
guru meningkatkan cintanya pada profesi nya yang mulia ini. Untuk menjadi guru
yang menginsprasi kita harus saling menghormati baik antar siswa, antar karyawan,
maupun antar sesame guru. Menjaga kontak mata dengan siswa dan senantiasa
menjaga kalimat-kalimat yang muncul dari mulut, kalimat yang keluar adalah
kalimat yang menginspirasai dan berkualias.
Ada lima aspek pembangkit inspirasi, antara lain silabus
dan RPP (menyiapkan gambaran tujuan apa yang diharapkan, uraian sikap
profesional), pertemuan pertama (pelajari nama siswa, perkenalan, surat
dipertemuan terakhir, membuat aturan bersama, dan tunjukkan kesediaan belajar
dari mereka), nuansa kelas (menunjukkan minat ke semua siswa, menciptaan
suasana menerima, melibatkan siswa serta menciptakan rasa memiliki dan rasa
saling menghormati), kegiatan dalam kelas (datang lebih awal, membertahu
rencana hari ini kepada siswa, menghubungkan pada sesi sebelumnya, gerakan non
verbal, games, ice breaking, kegiatan
luar kelas, akhirti kelas tepat waktu), dan interaksi dalam kelas (buat kelas
interaktis, temukan kekuatan setiap siswa, ajak siswa untuk melakukan penilaian
dengan sikap terbuka, selalu melibatkan anak).
Guru yang menginspirasi juga harus bisa mengembangkan
diri melalui Profesional Talk-nya yaitu
pengembangan diri tanpa batas, bukan hanyaa saat di kelas atau kegiatan belajar
mengajar, namun dimanapun guru berada selayaknya obrolan guru itu harus
berkualitas agar dapat mengispirasi dimanapun guru berada. Attitude, opend-mind, responsibility, and wholeheartness adalah hal
yang dibuthkan untuk mengembangkan Profesional
Talk kita.
Dan akhirnya, “To Teach is to Touch a Life Forever”
*Education Watch 2013, Mahasiswi Manajemen Pendidikan 2012