Guru “Sang Arsitek Peradaban” Dalam Pembelajaran Yang Menyenangkan"

Posted by EduwaUNJ on 15.22


oleh: Siti Nurjanah

Abstrak : Orientasi dunia pendidikan masa kini tergolong kehilangan arah, beberapa kasus seperti kejenuhan perserta didik, permasalahan sikap dari perserta didik membuat pemerintah membuat kebijakan dengan mengganti kurikulum KTSP dengan kurikulum 2013. Dalam proses pembelajaran guru hanya berorientasi kepada peningkatan intelektual tetapi melupakan nilai-nilai moral, bahkan perserta didikpun berfikir kepada nilai yang bagus dan dapat lulu UN. Dimana UN masih menjadi problem bagi dunia pendidikan. Untuk itu pentingnya memberikan sebuah pemahaman kembali kepada guru terkait konsep pendidikan, belajar dan pembelajaran serta tugasnya sebagai pendidik. Guru perlu memahami semua unsur yang terlibat dalam proses pembelajaran sehingga menciptakan proses belajar dan pembelajaran yang menyenangkan. Selain itu proses tersebut juga memberikan kebebasan untuk berfikir kritis dan berkreasi. Dengan demikian terjadi komunikasi yang baik antara guru dan perserta didik karena guru adalah arsitek peradaban yang mengatur dan merancang peroses tersebut.

Kata kunci : Pendidikan, Belajar, Pembelajaran, Guru, Fungsi Guru

Pendahuluan

Dimasa kini, proses pembelajaran begitu bervariatif dengan munculnya berbagai metode dan media. Hal tersebut dilakukan agar dalam proses pembelajaran terasa menyenangkan terutama di dalam kelas. Namun, tak semua guru befikir bahwa keberhasilan proses pembelajaran adalah adanya sinergitas antara guru dengan perserta didik, dan semua elemen pembelajaran. Dimana dalam proses ini terjadi Feed Back komunikasi dua arah yang baik, semua metode dan media bukanlah hal utama. Kunci dari pendidikan adalah pentingnya peran guru sebagai pembuat rencana dalam pembelajaran. Guru tidak hanya sekedar fasilitator tetapi sebagai arsitek peradaban di dunia.

Perserta didik masih merasa bahwa belajar terkadang membosankan dan bahkan sebagian merasa takut terlebih jika ada mata pelajaran yang dianggap sulit atau terdapat guru yang membuatnya menjadi takut. Sebenarnya jika kita bisa menerapkan konsep pembelajaran yang telah dicontohkan oleh para tokoh bangsa sebenarnya kita tidak perlu merasa bingung. Apalagi ketika muncul wacana penerapan kurikulum di bulan Juni 2013, bahkan kini sedang proses penerapan di sekolah, wacana ini sempat menjadi pro kontra bagi dunia pendidikan karena secara tidak langsung peran guru akan mulai dikurangi. Kemudian permasalahan pendistribusian UN yang sempat kacau balau dan membuat sebagian perserta didik menjadi ketar-ketir meski hal ini sudah ditanganai bahkan hasil UN seolah terkesan membuktikan tidak ada problem dalam pelaksanaannya. Namun, apakah orientasi pembelajaran hanya kepada nilai UN ? apakah penerapan kurikulum 2013 akan menghasilkan generasi yang baik ? mari kita amati kondisi pendidikan hari ini.

Niat pemerintah sebenarnya sangat baik, tujuan yang baik dan menjadi sebuah imipian bagi setiap bangsa. Namun. Proses yang instan menjadi sebuah pertanyaan, karena obyek dari pendidikan adalah manusia bukan sebuah benda mati. Sebenarnya kunci dari proses pembelajaran yang menyenangkan itu terdapat di tangan Guru sebagai Arsitek Peradaban. Konsep pendidikan lokal yang merupakan hasil karya para tokoh bangsa juga perlu di implementasikan agar karakter pendidikan kita tidak kehilangan arah.

Metode mengajar di depan kelas dengan hanya mengandalkan buku pelajaran dan papan tulis adalah hal yang paling menyenangkan bagi setiap guru konvensional itu. Hal itu mereka pilih karena memang paling mudah tanpa perlu repot-repot mempersiapkan sebuah pengajaran yang menarik. Sebagai contoh dalam pelajaran biologi, guru yang hanya mengajar mengandalkan buku biologi kebanggaannya dan diakhiri dengan mencatat di papan tulis sebagai catatan para siswa untuk mempersiapkan ujian pada pertemuan berikutnya tentulah tidak akan menghasilkan murid-murid yang tertarik untuk mengembangkan ilmu ini. Tidakkah mereka pernah berpikir bahwa hal itu tidak cukup efekif dalam mendidik para siswa.

Bukankah sebenarnya mereka bisa mengajak para siswa berkunjung ke kebun bintang (seperti Ragunan) saat sedang membahas pelajaran yang berhubungan dengan Taksonomi (salah satu cabang ilmu yang berhubungan dengan penamaan dan pengelompokan hewan secara latin). Carolus Linaeus, sang ahli yang kita kenal sebagai bapak Taksonomi, juga dulunya melakukan pengamatan langsung ketika meneliti hal-hal tersebut. Selain itu juga mereka bisa membawa para siswa ke sebuah tempat yang dipenuhi asap dan polusi (seperti jalan raya yang dipadati kendaraan) saat sedang mempelajarai tentang polusi udara.

Dengan merasakan sesaknya napas dan kepulan asap yang mengganggu pernapasan serta penglihatan, para siswa akan sadar untuk lebih peduli dengan lingkungan yang mereka tahu telah rusak ini.[1] Hal ini menunjukkan betapa pentingnya peran guru di dalam dunia pendidikan. Sebuah instansi yang bernama sekolah tidak akan menjadi hebat, tidak ada perserta didik yang hebat tanpa keberadaan peran guru, sebagaimana Jepang yang telah membuktikan pasca PD II tahun 1945. Saat itu, wilayah jepang hancur setelah dua kotanya Nagasaki dan Hirosima dijatuhi bom .


Konsep Pendidikan dan Pembelajaran


Untuk lebih memahami pendidikan, ada baiknya kita memahami define dari konsep pendidikan. Makna pendidikan menurut Mc Leod adalah perbuatan atau proses perbuatan untuk memperoleh pengetahuan. Pendidikan menurut John Dewey ( Sagala, 2010:3) merupakan proses pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik menyangkut daya pikir atau daya intelektual, maupun daya emosional atau perasaan yang diarahkan kepada tabiat manusia dan kepada sesamanya. Definisi pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UUSPN No. 20 Tahun 2003).

Pendidikan juga akan membentuk karakter, jika secara proses dilakukan dengan tepat. Menurut Moh. Syafei bahwa dalam pendidikan dan pengajaran harus dimulai dari bawah dimana dimasa-masa manusia masih kecil itulah mudah mengubahnya, jika ia telah dewasa sulit. Maksudnya adalah semasa kecil itu lebih mudah membentuk karakter manusia daripada ketika sudah besar. Ketika sudah dewasa semua alat untuk hidup dimasyarakat hendaknya sudah dimiliki sebagai manusia. Hal tersebut akan memudahkan perjalanan hidupnya ke depan.[2] Kunci penting didalam pendidikan menurut Moh. Syafei adalah diberikan sejak dini, Kemudian hendaknya tetap dilakukan hingga akhir mengingat pendidikan itu hendaknya sepanjang hayat.

Sebelum kita mempelajari konsep pembelajaran hendaknya kita memahami dulu definisi belajar, belajar menurut James O. Whittaker adalah Proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman. Menurut Winkel, belajar adalah aktivitas mental atau psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, nilai dan sikap. Belajar merupakan proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan. Artinya tujuan kegiatan adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan, keterampilan maupun sikap, bahkan meliputi, segenap aspek organisme atau pribadi. Jadi, hakikat suatu proses pembalajaran adalah perubahan.

Belajar mengajar sebagai suatu sistem yaitu belajar mengajar meliputi suatu komponen yang saling bergantung satu sama lain antara, tujuan, bahan, siswa, guru, metode, situasi, dan evaluasi. Agar tujuan tersebut dapat dicapai, semua komponen yang ada harus diorganisasikan sehingga antarsesama komponen terjadi kerja sama. Agar komponen tersebut berjalan dengan lancar dan teratur maka di perlukan manajemen pembelajaran.[3]

Secara tidak langsung dalam konsep belajar terdapat proses perubahan kearah yang lebih baik, dimana perserta didik diberikan pembelajaran agar dapat mengenal, mengetahui, dan memahami sesuatu agar mendapatkan ilmu pengetahuan yang baru dan cara mendapatkannya. Di dalam prosesnya perserta didik akan dikenalkan hal-hal baru yang belum pernah ditemui sebelumnya.

Pengertian pembelajaran sebenarnya berhubungan erat dengan pengertian belajar dan mengajar. Belajar, mengajar dan pembelajaran terjadi bersama-sama. Belajar dapat terjadi tanpa guru atau tanpa kegiatan mengajar dan pembelajaran formal lain. Sedangkan mengajar meliputi segala hal yang guru lakukan di dalam kelas.[4]

A. Pengertian pembelajaran menurut beberapa ahli :

1. Duffy dan Roehler (1989). Pembelajaran adalah suatu usaha yang sengaja melibatkan dan menggunakan pengetahuan profesional yang dimiliki guru untuk mencapai tujuan kurikulum.

2. Gagne dan Briggs (1979:3). Mengartikan instruction atau pembelajaran ini adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar siswa yang bersifat internal.

3. Undang-Undang No. 23 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.

B. Ciri-ciri pembelajaran sebagai berikut :

· Merupakan upaya sadar dan disengaja

· Pembelajaran harus membuat siswa belajar

· Tujuan harus ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses dilaksanakan

· Pelaksanaannya terkendali, baik isinya, waktu, proses maupun hasilnya

C. Komponen Pembelajaran[5]

1. Tujuan

Tujuan adalah suatu cita cita yang ingin dicapai dari pelaksanaan suatu kegiatan. Dalam kegiatan belajar mengajar,tujuan adalah cita cita yang ingin dicapai keberhasilannya dalam kegiatanya. Tujuan dalam pendidikan dan pengajaran adalah suatu cita cita yang bernilai normative. Tujuan merupakan komponen yang dapat mempengaruhi komponen pangajaran lainnya. Bila salah satu komponen tidak sesuai dengan tujuan, maka pelaksanaan kegiatan belajar mengajar tidak akan dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

2. Bahan pembelajaran

Yaitu substansi yang akan disampaikan dalam proses belajar mengajar. Bahan adalah salah satu sumber belajar bagi anak didik. Bahan yang disebut sebagai sumber belajar ini adalah sesuatau yang membawa pesan untuk tujuan pembelajaran. Menurut Dr. Suharsimi Arikunto (1990) bahan pelajaran merupakan unsure inti yang ada di dalam kegiatan belajar mengajar,karena memang bahan pelajaran itulah yang diuayakan untuk dikuasai oleh anak didik.

3. Kegiatan belajar mengajar

Kegiatan beajar mengajar adalah kegiatan ini dalam pendidikan. Dalam kegiatan belajar mengajar akan melibatkan semua komponen pengajaran,kegiatan belajar akan menentukan sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai. Dalam kegiatan belajar mengajar,guru dan anak didik terlibat dalam sebuah interaksi dengan bahan pelajaran sebagai medianya. Dalam interaksi itulah anak didik yang lebih aktif,bukan guru.

4. Metode

Metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kegiatan belajar mengajar,metode diperlukan oleh guru dan penggunaannya bervariasi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai setelah pengajaran berakhir. Guru tidak harus terpaku dengan menggunakan suatu metode,tetapi guru sebaiknya menggunakan metode bervariasi agar jalannya pengajran tidak membosankan dan menarik perhatian peserta didik.

5. Alat dan sumber

Segala sesuatu yang dapat digunakan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran ialah alat. Alat mempunyai fungsi sebagai pelengkap sebagai pembantu dalam mempermudah usaha mencapai tujuan. Sumber belajar merupakan bahan/materi penambah ilmu pengetahuan yang mengandung hal-hal baru bagi pelajar. Sebab pada hakikatnya belajar adalah untuk mendapatkan hal-hal baru. Dr.Roestiyah mengatakan bahwa sumber belajar itu adalah:

a. Manusia (keluarga,sekolah,dan masyarakat)

b. Buku/perpustakaan

c. Media massa

d. Dalam lingkungan

e. Alat pengajaran

f. Museum

Drs. Sudirman N,dkk. Mengemukakan bahwa sumber belajar meliputi:

a. Manusia

b. Bahan

c. Lingkungan

d. Alat dan perlengkapan

e. Aktifitas



6. Evaluasi

Menurut Wayan Nurkancana dan P.P.N Sumantra evaluasi pendidikan dapat diartikan sebagai tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai sebagai sesuatu dalam dunia pendidikan atau segala sesuatu yang berhubungan dengan dunia pendidikan. Sedangkan menurut Dr.Roestiyah N.K, evaluasi adalah kegiatan mengumpulkan data seluas-luasnya, sedalam-dalamnya, yang bersangkutan dengan kapabilitas siswa guna mengetahui sebab akibat dan hasil belajar siswa yang dapat mendorong dan mengembangkan kemampuan belajar.

Tujuan umum:

a. Mengumpulkan data data yang membuktikan taraf kemajuan murid dalam mencapai tujuan yang diharapkan

b. Memungkinkan pendidik/guru menilai aktifitas/pengalaman yang di dapat.

c. Menilai metode mengajar yang ditetapkan.

Tujuan khusus

a. Merangsang kegiatan siswa

b. Menemukan sebab sebab kemajuan atau kegagalan

c. Memberikan bimbingan yang sesuai dengan kebutuhan,perkembangan dan bakat siswa yang bersangkutan.

d. Memperoleh bahan laporan tentang perkembangan siswa yang diperlukan orangtua dan lembaga pendidikan

e. Untuk memperbaiki mutu pelajaran/cara belajar metode mengajar

Evaluasi mempunyai fungsi sebagai berikut;

a. Untuk memberikan umpan balik (feed back) kepada guru sebagai dasar untuk memperbaiki proses belajar mengajar,serta mengadakan perbaikan program bagi murid

b. Untuk memberikan angka yang tepat tentang kemajuan atau hasil belajar dari setiap murid.

c. Untuk mengenal latar belakang murid yang mengalami kesulitan belajar,nantinya data dipergunakan sebagai dasar dalam pemecahan kesulitan-kesulitan belajar yang timbul.

Konsep pembelajaran disini terkait dengan semua elemen tidak hanya guru tetapi semua yang melibatkan proses pemebelajaran. Tetapi titik tekan dari semua ini adalah guru, guru menjadi point terpenting karena gurulah yang akan mengaktifkan semua elemen tersebut. Sehingga menghasilkan komunikasi dua arah antara murid dan guru. Seni pembelajaran tersebut sangat dipengaruhi daya kreatifitas guru. Sekalipun murid sebagai pusat dari proses pembelajaran, tetapi gurulah yang harus mendesain semua konsep pembelajaran dan evaluasi. [6]



Belajar yang Menyenangkan

Belajar yang menyenagkan atau “learning for fun” is used here to refer to the phenomenon in which visitors engage in a learning experience because they value and enjoy the process of learning itself, rather than for any instrumental reasons, such as the attainment of specific learning outcomes . Falk (1982) uses the analogy of a window-shopper, who is not looking to buy anything in particular, but enjoys the experience of shopping. Csikszentmihalyi (cited by Scherer 2002) uses the analogy of an artist who paints for the sake of painting, not for the work of art that will result. Csikszentmihalyi (1990) uses the term “autotelic” (“having itself as its only purpose”1) to refer to a range of activities, such as rock-climbing, chess-playing, music, dance and sport, that under the right conditions can be intrinsically rewarding. Free-choice learning, it is suggested, can also be an autotelic experience. [7]

Ternyata pelajaran yang menyenangkan berasal dari sebuah pengalaman dimana perserta didik akan dilibatkan langsung kedalam peristiwa yang akan dipelajari. Dalam proses tersebut dapat dilakukan dengan konsep learning To Do, perserta didik sakan merasa senang karena dia dapat melihat langsung proses pembelajaran. Perserta didik akan lebih bebas berekspresi ketika belajar. Misalnya salah satu contoh belajar yang menyenangkan dalam membentuk karakter bangsa adalah melalui kunjungan ke Museum, misalnya dalam mata pelajaran sejarah. Dalam mata pelajaran ini, kita bisa mengunjungi museum sebagai sarana mempermudah perserta didik untuk memahami sejarah. Selain itu kita juga dapat menjelaskan betapa pentingnya menjaga warisan budaya dan sejarah kepada perserta didik.

Menurut Penasehat Komunitas Jelajah, Amarullah Asbah berpendapat museum adalah sarana membangun nasionalisme dan karakter bangsa. "Museum seharusnya menjadi komponen di sebuah komponen yang harus ada di sebuah provinsi," katanya berpendapat.[8] Kemudian menurut Sejarawan China, sejarah merupakan media otokritik bagi pemerintah dan pesan moral kepada generasi selanjutnya. Begitupun kita sebagai bangsa Indonesia, kita harus memahami pesan tersebut tetapi dengan cara yang menyenangkan.

Salah satu contoh pola-pola pembelajaran yang menyenangkan sebenarnya sudah dikonsepkan oleh tokoh bangsa seperti Dewi Sartika, Moh. Syafei, Ki Hajar Dewantara dan tokoh pendidikan bangsa lainnya. Dari sekian banyak proses tetaplah guru yang terlebih dahulu mendesain mata pelajaran tersebut agar dapat diterima dengan baik oleh perserta didik.

Urgensi Guru Sebagai Pendidik


Guru selalu identik dikatakan sebagai pendidik. Pendidik merupakan tenaga professional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat (Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003, Bab XI Pasal 39 Ayat 2).

Guru sebagai seorang tenaga kependidikan yang profesional berbeda pekerjaannya dengan yang lain, karena ia merupakan suatu profesi, maka dibutuhkan kemampuan dan keahlian khusus dalam melaksanakan tugas dan fungsinya (Tabrani Rusyan, 1990). Jadi peranan guru di sekolah adalah seseorang yang professional dan memiliki ilmu pengetahuan, serta mengajarkan ilmunya kepada orang lain, sehingga orang tersebut mempunyai peningkatan dalam kualitas sumber daya manusianya. Menurut Gagne, setiap guru berfungsi sebagai hal-hal berikut:

1. Guru sebagai Designer of Instruction (perancang pengajaran)

Fungsi guru sebagai designer of instruction (perancang pengajaran) menghendaki guru untuk senantiasa mampu dan siap merancang kegiatan belajar mengajar yang berhasilguna dan berdayaguna. Untuk merealisasikan fungsi tersebut, setiap guru memerlukan pengetahuan yang memadai mengenai prinsip-prinsip belajar sebagai dasar dalam menyusun rancangan kegiatan belajar mengajar. Rancangan tersebut sekurang-kurangnya meliputi hal-hal sebagai berikut:

· Memilih dan menentukan bahan pembelajaran.

· Merumuskan tujuan penyajian bahan pembelajaran.

· Memilih metode penyajian bahan pembelajaran yang tepat.

· Menyelenggarakan kegiatan evaluasi prestasi belajar.

2. Guru sebagai Manager of Instruction (pengelola pengajaran)

Fungsi guru ini menghendaki kemampuan guru dalam mengelola (menyelenggarakan dan mengendalikan) seluruh tahapan proses belajar mengajar. Di antara kegiatan-kegiatan pengelolaan proses belajar mengajar, yang terpenting ialah menciptakan kondisi dan situasi sebaik-baiknya, sehingga memungkinkan para siswa belajar secara berdayaguna dan berhasilguna. Selain itu kondisi dan situasi tersebut perlu diciptakan sedemikian rupa agar proses komunikasi, baik dua arah maupun multiarah antara guru dan siswa dalam proses belajar mengajar dapat berjalan secara demokratis. Sehingga menghasilkan, baik guru sebagai pengajar maupun siswa sebagai pelajar dapat memainkan peranan masing-masing secara integral dalam konteks komunikasi instruksional yang kondusif (yang membuahkan hasil).

3. Guru sebagai Evaluator of Student Learning (penilai prestasi belajar siswa)

Fungsi ini menghendaki guru untuk senantiasa mengikuti perkembangan taraf kemajuan prestasi belajar atau kinerja akademik siswa dalam setiap kurun waktu pembelajaran. Pada dasarnya kegiatan evaluasi prestasi belajar itu seperti kegiatan belajar itu sendiri, yakni kegiatan akademik yang memerlukan kesinambungan. Evaluasi, idealnya berlangsung sepanjang waktu dan fase kegiatan belajar selanjutnya. Artinya, apabila hasil evaluasi tertentu menunjukkan kekurangan, maka siswa yang bersangkutan diharapkan merasa terdorong untuk melakukan kegiatan pembelajaran perbaikan (relearning).

Sebaliknya, bila evaluasi tertentu menunjukkan hasil yang memuaskan, maka siswa yang bersangkutan diharapkan termotivasi untuk meningkatkan volume kegiatan belajarnya agar materi pelajaran lain yang lebih kompleks dapat pula dikuasai. Informasi dan data kemajuan akademik yang diperoleh guru dari kegiatan evaluasi (khususnya evaluasi formal) setidaknya dijadikan feed back (umpan balik) untuk melakukan penindaklanjutan proses belajar mengajar.

Hasil kegiatan evaluasi juga setidaknya dijadikan pangkal tolak dan bahan pertimbangan dalam memperbaiki atau meningkatkan penyelenggaraan proses belajar mengajar pada masa yang akan datang. Dengan demikian, kegiatan belajar mengajar tidak akan statis, tetapi terus meningkat hingga mencapai puncak kinerja akademik yang sangat didambakan itu.[9]

Refleksi sejenak mengingat konsep pendidikan lokal asli Indonesia seperti yang telah dicetuskan oleh Ki H ajar Dewantara yaitu Tut wuri handayani (di belakang, mengikuti dan mengawasi), Ing ngarsa sung tulada (didepan menjadi contoh), Ing madya mengunkarso (di tengah membangkitkan). Pada asas ing ngarso sung tulada, seorang pendidik harus dapat menjadi teladan bagi perserta didik. Pada asas ing madyo mangunkarsa, pendidikdiharapkan dapat menumbuhkan semangat dengan memberikan motivasi.

Pada asas tut wuri handayani, seorang pendidik dituntut memberikan pengawasan terhadap perkembangan peserta didik. Inilah seharusnya mulai dilakukan oleh seoarang guru, teladan lebih mudah dicontoh sekalipun guru memang harus dituntut untuk lebih tahu tetapi dalam proses pembelajaran guru harus membimbing dan mengarahkan perserta didik untuk lebih aktif tanpa menggurui bahkan menghardik dan merendahkan perserta didik. Penilain guru seharusnya tidak berorintasi kepada nilai yang berupa angka tetapi keseluruhan dari perubahan yang terjadi oleh perserta didik

Penutup

Peran guru sebagai pendidik yang menjadi sebuah titik penting dalam dunia pendidikan terutama dalam menciptakan proses pembelajaran yang menyenangkan. Guru seperti arsittek peradaban karena setiap hal yang diajarakan sangat menentukan peradaban ini. Guru diupayakan memiliki daya kreatifitas dan merancang setiap proses pembelajaran. Sekalipun perserta didik sebagai pusat atau obyek dari rancangan tersebut. Selain itu, guru diupayakan memahami konsep belajar dan pembelajaran agar tercipta sinergitas antara semua elemen dan terciptanya pembelajaran yang menyenangkan. Sehingga dalam proses pembelajaran perserta didik tidak merasa jenuh atau bosan. Jika guru dapat mensinergikan semua elemen, guru tak perlu menggunakan media yang mahal atau sulit terutama guru diwilayah pedalaman. Dengan demikian dimanapun berada seorang guru tetap bisa menyalurkan dan mengembangkan rancangannya meski keterbatasan sarana dan prasarana.

Daftar Pustaka

Djamarah, Syaifu Bahri dan Zain, Aswan. “Strategi Belajar Mengajar” ( PT. Rineka Cipta: Jakarta, 2006 )
I Nyoman Sudana Degeng, . “Buku Pegangan Teknologi Pendidikan Pusat Antar Universitas untuk Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas Intruksional Universitas Terbuka”( Depdikbud RI, Dirjen Dikti : Jakarta, 1993).
Muhammad Syafei.” Arah Aktif : sebuah seni Mendidik Berkreatif dan Berakhlak Mulia”. ( Tiga Serangkai : Solo, 2010).
Badarudin. “ Hakikat Belajar Dan Pembelajaran”. Diakses melalui Konsep belajar-dan -pembelajaran-modul pdf. Tanggal 2 juni 2013 pukul 13.00 WIB
Wawancara dengan Ibu Hartini Nara, tanggal 30 Mei 2013 di Pendopo Pasca Sarjana
Jan Packer. “Learning for Fun: The Unique Contribution of Educational Leisure
Experiences “. Diakses melalui learning for fun.pdf tanggal 25 Mei pukul 12.30 WIB
Jeremy Teja Sanger (SMA Kristen Ketapang 1 - Bekasi) . "Guru Masa Kini" diakses melalui http://kompendo.blogspot.com/2012/06/guru-masa-kini.htmls ( 2/06/2013.pukul 16.00 WIB)
Museum Sebagai Tempat Belajar Menyenangkan melalui http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/05/17/mmy3uz-menjadikan-museum-sebagai-tempat-belajar-menyenangkan dikases tanggal 29 Mei 2013 pukul 14.00 WIB
Diakses melalui http://mizaneducation.blogspot.com/2012/04/peranan-guru-di-sekolah-dan-masyarakat.htmls(12/06/2013, pukul 12.00 WIB )
[1] Jeremy Teja Sanger (SMA Kristen Ketapang 1 - Bekasi) . "Guru Masa Kini" diakses melalui http://kompendo.blogspot.com/2012/06/guru-masa-kini.htmls ( 2/06/2013.pukul 16.00 WIB)
[2] Muhammad Syafei.” Arah Aktif : sebuah seni Mendidik Berkreatif dan Berakhlak Mulia”. ( Tiga Serangkai : Solo, 2010).,Hal : 7
[3] I Nyoman Sudana Degeng, . “Buku Pegangan Teknologi Pendidikan Pusat Antar Universitas untuk Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas Intruksional Universitas Terbuka”( Depdikbud RI, Dirjen Dikti : Jakarta, 1993)., Hal.1
[4]Lihat Badarudin. “ Hakikat Belajar Dan Pembelajaran”. Diakses melalui Konsep belajar-dan -pembelajaran-modul pdf. Tanggal 2 juni 2013 pukul 13.00 WIB
[5] Djamarah, Syaifu Bahri dan Zain, Aswan. “Strategi Belajar Mengajar” ( PT. Rineka Cipta: Jakarta, 2006 )
[6] Wawancara dengan Ibu Hartini Nara, tanggal 30 Mei 2013 di Pendopo Pasca Sarjana
[7] Jan Packer. “Learning for Fun: The Unique Contribution of Educational Leisure Experiences “. Diakses melalui learning for fun.pdf tanggal 25 Mei pukul 12.30 WIB
[8] Museum Sebagai Tempat Belajar Menyenangkan melalui http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/05/17/mmy3uz-menjadikan-museum-sebagai-tempat-belajar-menyenangkan dikases tanggal 29 Mei 2013 pukul 14.00 WIB
[9] Diakses melalui http://mizaneducation.blogspot.com/2012/04/peranan-guru-di-sekolah-dan-masyarakat.htmls(12/06/2013, pukul 12.00 wib)

Penyusun : Siti Nurjanah , 
Categories: ,