KULIAH UMUM #2. Pendidikan Yang MengIndonesiakan
Posted by EduwaUNJ on 07.45
Press Release Kuliah
Umum
Training for
Education Reformes
“Pendidikan yang
meng-Indonesia-kan”
Education Watch
Universitas Negeri Jakarta
Rabu, 12 Februari
2014
Oleh: Awalien Dhea Syafitrie
Narasumber: Prof. Dr. Hafid Abbas
Peserta: Mahasiswa UNJ
Pendidikan yang meng-Indonesia-kan
Kesadaran akan
pentingnya pendidikan di Indonesia agaknya sudah meningkat. Dengan berbagai perubahan yang terjadi,
Indonesia yang sekarang berbeda dengan yang dahulu. Harapannya tentu perubahan
kearah yang lebih baik. Namun, kesadaran tentang pendidikan yang bagaimana?
Bagaimana kita dapat membuat Indonesia menjadi “Indonesia” ? itulah pertanyaan
yang mengawali diskusi kita kali ini.
Indonesia terdiri dari berbagai
suku budaya. Dan meng-Indonesia-kan suatu suku atau budaya akan terpengaruh
dalam prosesnya. Maka, dengan pendidikanlah kita dapat menjadikannya Indonesia.
Pendidikan sebagai alat untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, yang merupakan
upaya menuju peradaban.
Peradaban
yang nasionalis.
Nelson Mandela pernah menuturkan
bahwa pendidikan adalah senjata yang paling ampuh yang dapat digunakan untuk
mengubah wajah dunia. Maka, seharusnya kita mengggunakan senjata kita dengan
baik dan tepat. Dikatakan juga oleh Perdana Menteri Malaysia Abdullah Badawi,
pendidikan dan pembangunan sumber daya manusia bukan sekedar suatu yang mutlak
atau sangat vital, melainkan persoalan hidup dan matinya suatu bangsa. Lalu, bagaimana
Indonesia memposisikan pendidikan?
Jika Indonesia berpandangan
sama, jika pendidikan adalah persoalan hidup mati bangsa Indonesia di masa yang
akan datang, maka seharusnya kita sudah mulai membenahi pendidikan secara
sungguh-sungguh pada semua lini persoalan pendidikan. Ditunjukkan pada table
liga global, sistem pendidikan Indonesia berada di posisi
terbawah bersama Meksiko dan Brasil, yang dijuarai oleh Finlandia yang
menduduki urutan pertama dan disusul oleh Korea pada urutan kedua. Memang
terdapat banyak inovasi dan strategi menarik yang disuguhkan oleh
menteri-menteri Indonesia dari dulu hingga sekarang, namun sayangnya semua itu
hanya bersifat temporer atau sementara sesuai jabatan para menteri. Tidak ada kontinuitas yang menjanjikan.
Akhirnya, Indonesia mengalami banyak kerugian karena berapa banyak dana
yang telah dihabiskan untuk pembenahan masalah pendidikan tidak sesuai dengan
realita .
Lalu,
bagaimana dengan Mahasiswa yang notabene adalah para agen perubahan menghadapi
persoalan pendidikan di Indonesia ini? Mencari kebenaran secara Ilmiah adalah
tugas pertama Mahasiswa menghadapi polemik ini, dengan didasarkan dengan teori
dan pengalaman sehingga mendapatkan solusi yang terbaik untuk masa depan.
Disusul dengan hasrat dan keinginan memajukan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan
Seni (IPTEKS). Serta mewujudkan tatanan masyarakat yang damai. Dan tidak lupa
juga perjuangan memajukan manusia yang luhur dan beradab. Yang beradab! Bukan memajukan budaya,
tetapi memajukan peradaban. Yang dimaksud dengan peradaban adalah pelestarian
budaya yang diiringi dengan Ilmu.
Tedapat empat poin sakral dalam
Pembukaan UUD 1945 yang tak lain adalah peran pendidikan untuk mewujudkan
cita-cita kemerdekaan yakni: melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
No Security without development!
No development without security! No development, No security, without Human
Right! Inilah realitas Indonesia sebelum reformasi. Dan empat pilar Indonesia
setelah reformasi tak lain adalah Demokratisasi, Desentralisasi,
Ekonomi, dan Supremasi Hukum dan Hak Asazi Manusia (HAM).
Bukan saja Mahasiswa yang
mengemban amanat bangsa, namun kita semua Warga Negara Indonesia termasuk Guru.
Guru merupakan subjek yang penting dalam perubahan pendidikan yang
meng-Indonesiakan. Maka dari itu diperlukanlah Guru yang benar-benar kompeten.
Terdapat lima peran strategi atau kompetensi untuk menjadi Guru yang handal dan
kompeten. Antara lain Availability, Accessibility, Acceptability,
Adaptaility, dan Assessibility.
Semoga kita dapat menuntaskan
janji kemerdekaan dan tidak terus-menerus terbelenggu dengan permasalahan
pendidikan di Indonesia. Berusaha untuk melangkah maju dan tidak terus-menerus
jalan di tempat dan hanya menatap ketertinggalan dari Negara lain.
Pertanyaan:
1. 1. Rifqy Azmi
Bagaimana
menghadapi kesenioritasan dalam pendidikan, terutama yang terjadi antara sesama
guru? Guru yang senior terlihat antipasti terhadap Inovasi dan gebrakan baru
dari Guru junior.
2. 2. Halimah
Indonesia butuh
pendidikan kepemimpinan. Mengapa kurikulum kita tidak mengarah kesana?
Perubahan system pendidikan terjadi terus menerus, padahal manusianya belum
terdidik secara baik. Lalu kira-kira kapan pendidikan Indonesia mencapai titik
idealnya?
3. 3. No
Name
Bagaimana
pendapat bapak Hafid mengenai sertifikasi guru ataupun PPG dalam peningkatan
kualitas guru?
4. 4. No
Name
Dewasa ini peran
Mahasiswa sudah melenceng dari tugasnya sebagai piƱata peradaban, apakah system
adalah salah satu penyebabnya?
5. 5. Hamdan
Apakah
orang-orang yang berada diposisi seperti bapak, misal dirjen pendidikan dan
sebagainya tidak pernah membicarakan tentang keadaan orang berstatus menengah
ke bawah?
Jawaban:
1.
Dewasa ini peran guru sudah tidak
dperhatikan lagi, sudah tidak heran guru-guru sekarang sudah menjadi alat
politik bagi para pemegang kekuasaan. Perbaikan LPTK adalah salah satu
solusinya.
2.
Penerapan kurikulum selalu terdapat
kejanggalan, dan itu kiranya tidak usah dipaksakan. Lebih baik kembali ke
kurikulum sebelumnya dan membenahi kekeliruan yang ada.
3.
Memang pelaksanaan kebijakan
sertifikasi guru serta PPG terdapat penyimpangan. Maka dari itu seharusnya
dibenahi system pelaksanaan dan tujuannya. Yang seharusnya ada 5 kompetensi
calon guru, antara lain: Kompetensi kognitif, Kompetensi afektif, Kompetensi
Unjuk Kerja (Performance), Kompetensi Konsekwensi/kemuliaan (consequence), dan
Kompetensi Exploratory.
4.
Iya, system dapat menjadi penyebabnya.
System yang keliru tentu juga menghasilkan output yang keliru. Karena
pembiasaan terus menerus yang dapat mengubah suatu idealism seseorang.
5.
Tentu saja pernah, misalkan saya. Saya
bergerak melalui tulisan-tulisan saya. Yang sebagian besar diperhatikan oleh
dunia. Dan inilah cara saya mempengaruhi pihak PBB tentang kemanusiaan, Hak
Asasi Manusia.
