NEGERI 5 MENARA

Posted by EduwaUNJ on 11.07


NEGERI 5 MENARA
A.Fuadi


oleh: Reni Anggraeni
Negeri 5 Menara, sebuah novel karya Ahmad Fuadi, seorang lulusan Pondok Modern Gontor. Novel yang berhasil menembus title best seller national ini memang pantas diacungi jempol. Ketika di Indonesia pendidikan dengan gaya Pondok Pesantren masih dianggap remeh karena hanya mempelajari tentang ilmu agama, lewat novel ini Ahmad Fuadi berhasil mengubah pandangan  –dari menganggap remeh, menjadi tepuk tangan riuh- masyarakat akan Pondok Pesantren.
Membaca novel ini seperti diberi training motivasi kilat. Kau baca sekali, maka kau akan merasakan ledakan semangat yang luar biasa di dalam jiwa mu. Tidak sampai disitu kau akan menginginkan untuk membacanya berkali-kali jika semangat mu telah menipis.

Seorang Alif Fikri, yang akhirnya membuat saya sadar mengenai hakikat menerima takdir. Berkeinginan keras untuk masuk SMA favorit di Maninjau, namun ibunya mempunyai rencana lain untuk memintanya masuk ke sekolah agama (demi mewakafkan anaknya untuk agama Islam). Ibunya berpendapat jika anak-anak yang disekolahkan di sekolah agama hanyalah anak-anak ‘kelas’ dua, bukan anak terbaik. Dengan berat hati (karena masih merasa iri dengan temannya Randai yang berhasil masuk SMA favorit) Alif memenuhi keinginan ibunya tersebut dengan syarat ia melanjutkan sekolah agama di Pondok Madani, di luar Sumatera.

Kita lihat pula sosok guru yang patut diteladani dari novel ini: Kiai Rais, Ustad Salman dan guru-guru di Pondok Madani. Sosok guru yang mampu menginspirasi setiap muridnya. Mampu memberi semangat setiap muridnya. “Menuntut ilmu di PM bukan untuk gagah-gagahan dan bukan biar bisa bahasa asing. Tapi menuntut ilmu karena Tuhan semata. Karena itulah kalian tidak akan kami beri ijazah, tidak akan kami beri ikan, tapi akan mendapat ilmu dan kail.  Kami, para ustad, ikhlas mendidik kalian dan kalian ikhlaskan pula niat untuk mau dididik.”Sosok guru yang mampu memahami hakikat dari menuntut ilmu itu sendiri. Yang dikejar bukanlah nilai tapi ilmu, maka ilmulah ijazah kalian yang sesungguhnya. Kemudian, bagaimana seorang guru meyakinkan kepada muridnya bahwa ia telah mengikhlaskan diri untuk mendidik muridnya. Ikhlas mendidik muridnya. Mencurahkan setiap waktunya untuk muridnya. Membuat sistem kelas 24 jam. Murid dapat kapan saja bertanya tentang apa yang mereka tak mengerti dan pahami.

Mari kita lihat sisi lain buku ini. Diawal masuk sekolah, semua murid baru langsung mendapatkan suntikan semangat dan keyakinan: Man Jadda Wajada. Mereka (hanya) diminta untuk sungguh-sungguh maka mereka akan berhasil. Hanya lewat ‘mantra’ singkat diawal pertemuan itu, tetapi memberikan efek yang luar biasa hingga bertahun-tahun kemudian. Mungkin, kegiatan ospek yang ada di sekolah maupun kampus saat ini bisa diubah dengan kegiatan memantik semangat seperti itu. Lebih bermanfaat.

Kita lihat yang lain, Pondok Madani tidak benar-benar menyita murid-muridnya hanya untuk belajar agama. Namun, di Pondok Madani ini semua murid pun difasilitasi sarana untuk melatih kemampuan lain yang dimilikinya. Dari mulai seni, organisasi hingga pramuka ada di sana.

Bagaimana dengan peraturan yang dibuatnya untuk murid baru: “Kalian hanya memiliki waktu 4 bulan untuk diperbolehkan berbicara menggunakan bahasa Indonesia. Selebihnya, berbicara dengan menggunakan bahasa Arab atau Inggris.” Kiai Rais. Pihak PM pun turut membantu murid baru untuk mematuhi peraturan ini. Mereka memfasilitasi dengan cara memberikan kosa kata baru untuk setiap murid disetiap shubuh paginya. Terus memborbardir murid dengan kosa kata baru selama 4 bulan penuh. Pendidikan berbasis pengalaman mereka terapkan dengan baik di sana.

And the last, yang perlu kita sorot adalah bagaimana Pondok Madani menjadikan Ujian sebagai Festival Akbar, perayaan terhadap ilmu. Membuat setiap murid merasakan keberadaanya. “Kerahkan semua kemapuan kalian belajar! Berikan yang terbaik! Baru setelah segala usaha disempurnakan berdo’alah dan bertawakkal lah. Tugas kita hanya sampai usaha dan do’a, serahkan kepada Tuhan selebihnya, ikhlaskan keputusan kepadaNya, sehingga kita tidak akan pernah stres dalam hidup ini. Stres hanya bagi orang yang belum berusaha dan tawakal.”Jam malam diperpanjang. Makanan diperbaiki gizinya –daging, susu, buah- dari biasanya. Kelas dan aula dibuka selama 24 jam. Ustad dikerahkan untuk menemani murid-murid belajar. Yaa. Perayaan terhadap ilmu, bukan perayaan untuk menyontek ilmu demi nilai.


Categories: