Ayah
Posted by EduwaUNJ on 10.24
Novel biografi salah satu sastrawan besar yang pernah
dimiliki bangsa Indonesia (Buya Hamka) ini ditulis oleh anaknya sendiri, Irfan
Hamka. Sebagian besar dari generasi muda mungkin tidak sempat mengenal sosoknya
yang telah wafat pada tahun 1981. Mendengar namanya saja sebatas nama sebuah
universitas di bilangan Ciputat. Nama besar Hamka sungguh sangat santer
terutama di era Soeharto. Seorang ulama besar yang suaranya bergaung seantero
negeri lewat kuliah subuh di radio. Hamka sendiri pun bukanlah nama sebenarnya,
melainkan akronim dari H. Abdul Malik Karim Amrulloh.
Buku ini sungguh membawa banyak perenungan. Pelajaran yang
dapat ditarik salah satunya adalah mental pembelajar yang ia miliki. Buya Hamka
menempuh satu – satunya pendidikan formal yang ia jalani di sekolah Desa selama
tiga tahun. Selebihnya, ia rajin membaca buku – buku di perpustakaan milik
ayahnya. Pada umur 15 tahun, ia berangkat merantau untuk menimba ilmu di tanah
Jawa. Beberapa gurunya ialah Tjokro Aminoto dan Buya Sutan Mansyur. Pada usia
19 tahun, ia berangkat melaksanakan ibadah haji seorang diri dan menimba ilmu
disana. Bisa dibayangkan perbedaan apa yang kita lakukan masa kini di usia yang
sama.
Kemudian, dalam mendidik anak – anaknya. Ketika mengajari
Irfan ilmu silat Minang, Irfan harus menunggu selama bertahun – tahun untuk
mendapat ilmu dari ayahnya. Kemudian, setelah dewasa, Irfan baru paham bahwa
teknik silat Langkah Sembilan yang dipelajari ternyata hanyalah teknik untuk membela
diri dan bertahan dari serangan. Hal itu bukan tanpa pertimbangan, melainkan
Buya telah mengenal anaknya yang temperamen. Maka, Irfan hanya dibekali teknik
untuk menunggu. Seorang pendidik yang memang bukan hanya mengenali anak
didiknya, tapi juga mempertimbangkan watak dan bekal seperti apa yang layak
untuk diturunkan.
Nasihat yang masih sangat relevan dalam kondisi masyarakat
kini adalah syarat untuk menjadi pembohong salah satunya. Ketika berbohong,
seseorang harus memiliki mental yang kuat, berani dan tegas dalam menyatakan
kebohongannya. Kemudian, orang tersebut tidak
boleh adalah seseorang yang pelupa. Ia harus dan wajib ingat setiap
detail kebohongannya. Maka, setiap pembohong adalah yang daya ingatnya tinggi.
Kemudian yang terkahir, pembohong haruslah menyiapkan banyak sekali stok
kebohongan – kebohongan lainnya. Karena satu kebohongan, pasti, tidak mungkin
tidak diikuti kebohongan – kebohongan lainnya untuk menutupi kebohongan yang
pertama. Disaat kejujuran adalah barang langka, nasihat yang disampaikan Buya
ke Irfan ketika Irfan berbohong sudah melaksanakan shalat. Jika anda tidak
memiliki kriteria untuk memenuhi syarat sebelum berbohong, jangan sekali - sekali mencobanya (lagi) untuk
melakukannya. Jika terlanjur, kurangi.
Hubungannya dengan beberapa tokoh Indonesia sangat baik untuk kita renungi. Diataranya adalah Buya Hamka dengan Soekarno, Muhammad Yamin, dan Pramoedya Ananta Toer. Tidak akan baik bila memelihara dendam. Karena yang mengerti kemunafikan seorang insan, hanyalah Allah semata. Maka, penjara selama 2 tahun beberapa bulan yang dialaminya, menjadi hikmah tersendiri. Karena hal itulah, ia dapat menyelesaikan tulisan tafsirnya 30 juz. Yang kini terkenal dengan sebutan tafsir Al Azhar.
Maratau bagang kahulu
Berbunga buah belum
Merantau badan dahulu
Di rumah berguna belum
oleh: Kurnia Ismi T
Categories: ayo baca
