Dengan Pujian Bukan Kemarahan (Rahasia Pendidikan dari Negeri Sakura)
Posted by EduwaUNJ on 18.41
Oleh: Vio Ani Suwarni
Dalam buku yang berjudul Dengan Pujian Bukan Kemarahan (Rahasia Pendidikan dari Negeri Sakura) ini merupakan catatan pembelajaran penulis selama membesarkan anak-anaknya di kampung Shirahata, Kanagawa, Jepang. Disebuah masa yang berjarak 60-an tahun dari setting cerita Toto-Chan, tentu banyak yang berubah dan berbeda. Idealisme dan keindahan yang memukau di SD Tomoe, tidak semua bisa penulis temukan di sini, namun sedikit banyak masih ada yang tersisa. Ungkapan dari Nesia Andriana Arief “saya bukanlah seorang ibu yang sempurna. Bukan super okaasan yang selalu sabar membersihkan tumpahan air yang diumpahkan oleh anak-anak, telaten menjawab pertayaan anak-anak yang seperti tidak ada habisya, selalu bersemangat merancang pendidikan untuk anak-anak. Saya adalah seorang ibu layaknya ibu-ibu lainnya, yang mengalami pasang surut semangat dalam menjalankan tugas sebagai seorang ibu. Meskipun begitu, saya bertekad untuk terus belajar, berharap bisa meneladani kepada sekolah Tomoe, Pak Kobayashi yang dikenang anak-anak muridnya seperti Toto-Chan”.
Bagaimanakah sistem pendidikan di Jepang? Apa semuanya betul-betul ditangani oleh orang tuanya sendiri. Setidaknya ada tiga lembaga pendidikan dasar usia dini di Jepang, ketiganya adalah Youchien, Hoikuen dan Kids Supporter. Youchien (Taman Kanak-Kanak) adalah taman kanak-kanak yang mirip TK di Indonesia. Umumnya menerima murid dari usia tiga sampai lima tahun, ada juga yang membolehkan adik yang masih kecil menjadi murid TK itu, meskipun berusia dua tahun, untuk ikut bermain di TK tersebut selama beberapa jam dalam sehari. Sebagaimana TK di Indonesia, tidak ada Youchien milik pemerintah, semuanya swasta. Biaya masuk Youchien cukup mahal. Sama dengan TK di Indonesia, anak-anak di Youchien juga memakai seragam. Namun jenis seragam di Youchien biasanya tidak sebanyak seragam di Indonesia.
Kegiatan anak-anak di Youchien yang satu kelas biasanya terdiri atas 20-30 murid dengan dua guru kelas, biasanya bermain saja. Di Youchien cara mengajarnya tidak mengajar tanpa target dan paksaan, meskipun dikatakan di Youchien tidak ada pelajaran khusus seperti berhitung atau membaca, sebenarnya guru secara halus menyisipkan latihan pembiasaan anak-anak terhadap hitungan dan bacaan.
Sistem pendidikan Jepang mengajarkan anak-anak dengan cara pujian, seperti wah hebat sekali, pintarnya, sehingga akan tertanam rasa bangga dari anak untuk terus berkarya, tidak menilai bahwa anak itu salah, anak itu bodoh, karena saat kita menilai demikian justru kitalah yang salah, anak-anak tidaklah salah memang mereka sedang berada dalam masa kanak-kanaknya yang wajar saja jika mereka melakukan kesalahan.
Hikmah yang dapat saya ambil dari cerita Dengan Pujian Bukan Kemarahan (Rahasia Pendidikan dari Negeri sakura) ini adalah bahwa mengajarkan anak usia dini itu jangan dengan paksaan, tapi dengan pujian, menyisipkan materi-materinya secara halus dan perlahan, jangan memaksakan anak usia dini untuk berhitung, membaca dan menulis karena itu belum masa mereka, akan tiba saatnya mereka mempelajari hal tersebut, saat seorang anak memilih sesuatu yang kita rasa kurang begitu pantas, jangan langsung memarahi anak tersebut, tapi pujilah mereka terlebih dahulu, lalu kita benarkan secara perlahan jika pilihan yang anak tersebut pilih itu salah, karena dengan pujian anak akan merasa senang, dan seringlah mengajarkan anak itu tanggung jawab pada dirinya serta berilah apresiasi kepada sang anak, agar tercipta anak yang baik.
Dalam buku yang berjudul Dengan Pujian Bukan Kemarahan (Rahasia Pendidikan dari Negeri Sakura) ini merupakan catatan pembelajaran penulis selama membesarkan anak-anaknya di kampung Shirahata, Kanagawa, Jepang. Disebuah masa yang berjarak 60-an tahun dari setting cerita Toto-Chan, tentu banyak yang berubah dan berbeda. Idealisme dan keindahan yang memukau di SD Tomoe, tidak semua bisa penulis temukan di sini, namun sedikit banyak masih ada yang tersisa. Ungkapan dari Nesia Andriana Arief “saya bukanlah seorang ibu yang sempurna. Bukan super okaasan yang selalu sabar membersihkan tumpahan air yang diumpahkan oleh anak-anak, telaten menjawab pertayaan anak-anak yang seperti tidak ada habisya, selalu bersemangat merancang pendidikan untuk anak-anak. Saya adalah seorang ibu layaknya ibu-ibu lainnya, yang mengalami pasang surut semangat dalam menjalankan tugas sebagai seorang ibu. Meskipun begitu, saya bertekad untuk terus belajar, berharap bisa meneladani kepada sekolah Tomoe, Pak Kobayashi yang dikenang anak-anak muridnya seperti Toto-Chan”.
Bagaimanakah sistem pendidikan di Jepang? Apa semuanya betul-betul ditangani oleh orang tuanya sendiri. Setidaknya ada tiga lembaga pendidikan dasar usia dini di Jepang, ketiganya adalah Youchien, Hoikuen dan Kids Supporter. Youchien (Taman Kanak-Kanak) adalah taman kanak-kanak yang mirip TK di Indonesia. Umumnya menerima murid dari usia tiga sampai lima tahun, ada juga yang membolehkan adik yang masih kecil menjadi murid TK itu, meskipun berusia dua tahun, untuk ikut bermain di TK tersebut selama beberapa jam dalam sehari. Sebagaimana TK di Indonesia, tidak ada Youchien milik pemerintah, semuanya swasta. Biaya masuk Youchien cukup mahal. Sama dengan TK di Indonesia, anak-anak di Youchien juga memakai seragam. Namun jenis seragam di Youchien biasanya tidak sebanyak seragam di Indonesia.
Kegiatan anak-anak di Youchien yang satu kelas biasanya terdiri atas 20-30 murid dengan dua guru kelas, biasanya bermain saja. Di Youchien cara mengajarnya tidak mengajar tanpa target dan paksaan, meskipun dikatakan di Youchien tidak ada pelajaran khusus seperti berhitung atau membaca, sebenarnya guru secara halus menyisipkan latihan pembiasaan anak-anak terhadap hitungan dan bacaan.
Sistem pendidikan Jepang mengajarkan anak-anak dengan cara pujian, seperti wah hebat sekali, pintarnya, sehingga akan tertanam rasa bangga dari anak untuk terus berkarya, tidak menilai bahwa anak itu salah, anak itu bodoh, karena saat kita menilai demikian justru kitalah yang salah, anak-anak tidaklah salah memang mereka sedang berada dalam masa kanak-kanaknya yang wajar saja jika mereka melakukan kesalahan.
Hikmah yang dapat saya ambil dari cerita Dengan Pujian Bukan Kemarahan (Rahasia Pendidikan dari Negeri sakura) ini adalah bahwa mengajarkan anak usia dini itu jangan dengan paksaan, tapi dengan pujian, menyisipkan materi-materinya secara halus dan perlahan, jangan memaksakan anak usia dini untuk berhitung, membaca dan menulis karena itu belum masa mereka, akan tiba saatnya mereka mempelajari hal tersebut, saat seorang anak memilih sesuatu yang kita rasa kurang begitu pantas, jangan langsung memarahi anak tersebut, tapi pujilah mereka terlebih dahulu, lalu kita benarkan secara perlahan jika pilihan yang anak tersebut pilih itu salah, karena dengan pujian anak akan merasa senang, dan seringlah mengajarkan anak itu tanggung jawab pada dirinya serta berilah apresiasi kepada sang anak, agar tercipta anak yang baik.
Categories: ayo baca
